Jam empat pagi tadi sudah harus bangun karena janji mengantar kakak saya ke stasiun kereta api Wonokromo. Sambil menunggu kereta api jurusan Surabaya - Kediri yang berangkat pukul lima lebih sepuluh menit, saya perhatikan ada spanduk besar mengenai larangan bagi penumpang yang naik ke atap gerbong, berada di ruang masinis, ataupun di gerbong lain yang tidak diperuntukkan bagi penumpang. Langsung teringat kejadian dua supporter sepakbola yang jatuh karena naik ke atap gerbong beberapa waktu lalu.
Suporter Persib Bandung yang baru berumur belasan tahun harus meregang nyawa hanya karena ingin "ngirit" ongkos perjalanan demi mendukung kesebelasan kesayangannya. Belum lagi kasus-kasus lain yang terjadi di ibu kota dimana sudah seringkali kejadian penumpang yang berada di atap gerbong tersengat arus listrik. Alasan klise ingin berhemat berujung maut.
Apakah memang tarif penumpang kereta api ekonomi di negeri ini masih belum terjangkau? Atau apakah aparat yang berwenang kurang tegas dalam menindak pelanggaran-pelanggaran seperti ini? Kalau saya perhatikan, tarif penumpang kereta api jurusan Surabaya-Kediri hanya sebesar lima ribu rupiah jauh lebih rendah dari tarif bus antar kota ekonomi yang dipatok sekitar dua puluh ribu rupiah per penumpang. Berarti ongkos naik bis sekali bisa digunakan untuk naik kereta api empat kali. MURAH BANGET!
Jadi, masalahnya bukan pada penentuan tarif penumpang kereta api tapi menurut saya lebih pada penegakan hukum dan peraturan yang berlaku. Karena satu-dua penumpang yang melanggar dibiarkan maka yang lain pada mengikuti. Inilah cermin budaya kita... siapa yang salah?
Semoga para sahabat bisa menikmati pagi ini.
Salam,
Andy